Oleh Citra Benazir
Satu dari tiga perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan fisik atau seksual sebagian besar oleh pasangan sendiri. Sejak munculnya COVID-19, muncul juga data dan laporan dari mereka yang berada di garda terdepan, yang menunjukkan bahwa semua jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga, semakin intensif dan meningkat.
Ini adalah pandemi tersembunyi yang berkembang di tengah krisis COVID-19 dan membutuhkan upaya bersama untuk menghentikannya. Ketika kasus COVID-19 terus membebani pelayanan kesehatan, layanan penting lainnya, seperti tempat penampungan kekerasan dalam rumah tangga dan saluran bantuan, telah mencapai batas kapasitas. Masih banyak yang perlu dilakukan untuk memprioritaskan penanganan kekerasan terhadap perempuan dalam upaya tanggap dan pemulihan COVID-19. Semua orang bisa membuat suatu perubahan.
Dalam rangka Bulan Peduli Kekerasan Dalam Rumah Tangga, ini adalah waktu yang tepat untuk lebih mengingat para korban/penyintas kekerasan, juga lebih meningkatkan kesadaran akan kekerasan dan dampaknya terhadap keluarga dan masyarakat, dan waktu untuk mengakui daruratnya tingkat KDRT di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dan menyoroti mereka yang bekerja untuk mengakhiri kekerasan berbasis gender. Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020, kasus yang paling menonjol adalah (Kasus Dalam Rumah Tangga/ Ranah Personal) sebanyak 79% (6.480 kasus).
Diantaranya terdapat Kekerasan Terhadap Istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (50%), disusul kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20%) yang menempati posisi kedua. Posisi ketiga adalah kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (15%), sisanya adalah kekerasan oleh mantan pacar, mantan suami, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Kekerasan di ranah pribadi ini mengalami pola yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya, bentuk kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik 2.025 kasus (31%) menempati peringkat pertama disusul kekerasan seksual sebanyak 1.983 kasus (30%), psikis 1.792 (28%), dan ekonomi 680 kasus (10%).
Hubungan yang penuh dengan kekerasan selalu melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan dan kontrol. Pelaku menggunakan kata-kata dan perilaku yang mengintimidasi dan menyakitkan untuk mengendalikan pasangannya. Mungkin tidak mudah untuk mengidentifikasi kekerasan dalam rumah tangga pada awalnya. Sementara beberapa hubungan jelas-jelas kasar sejak awal, pelecehan sering kali dimulai secara halus dan semakin memburuk dengan seiringnya waktu. Kamu mungkin sedang dalam situasi yang sama, jika pasangan kamu: 1. Sering mengejek, menghina atau merendahkan kamu.
Mencegah kamu pergi bekerja, sekolah atau mengunjungi anggota keluarga atau teman kamu.
Mengontrol kondisi finansial kamu, selalu bertanya kemana kamu pergi, atau pakaian apa yang kamu pakai.
Bersikap cemburu, posesif atau terus-menerus menuduh bahwa kamu tidak setia.
Mengancam kamu dengan kekerasan atau menggunakan senjata.
Memukul, menendang, mendorong, menampar, mencekik, atau menyakiti kamu, anak-anak kamu, atau bahkan hewan peliharaan kamu.
Memaksa kamu untuk berhubungan seks atau melakukan tindakan seksual yang bertentangan dengan keinginan kamu atau tanpa sepengetahuan atau izin kamu.
Menyalahkan kamu atas perilaku kekerasannya atau memberi tahu kamu bahwa kamu pantas mendapatkannya.
Kamu mungkin belum merasa siap untuk mencari bantuan karena kamu percaya bahwa mungkin kekerasan yang terjadi dalam hubungan tersebut adalah salah kamu, atau kamu takut akan omongan dari kerabat dan keluarga. Tapi satu hal yang harus selalu kamu ingat adalah, ini bukan salah kamu. Kamu berhak untuk hidup dengan aman. Kamu berhak untuk di cintai dengan penuh rasa hormat. Kamu tidak sendiri. Carilah bantuan dari orang yang bisa kamu percayai atau hubungi Lembaga Bantuan Hukum yang ada di wilayah kamu atau melalui komunitas/forum online yang bisa mendampingi kamu melalui proses hukum dan proses pemulihan diri kamu.
Comments